Tahun Baruan di Patenggeng
Perjalanan Menuju Patenggeng |
Sang bumi telah menyelesaikan satu kali perjalanannya mengitari
Matahari, pertanda bahwa tahun akan
berganti. Setiap orang di dunia ini pasti akan memperingati momen ini dengan
berbagai cara ada yang berkumpul dengan keluarga, menyalakan kembang api,
istighasah mengevaluasi diri dan bahkan ada yang memperingatinya hanya dengan
tidur sepanjang malam.
Kami pun sempat bingung akan merayakan tahun baruan dimana, tapi
setelah dipikir – pikir tercetuslah ide untuk menuju Patenggeng, yang terletak di Desa Linggamukti, Kecamatan
Darangdan, Kabupaten Purwakarta. Kami memulai perjalanan sekitar pukul 5 dari
Bandung, masuk ke tol Cipularang, dan belok kanan di simpang tagog menuju
Purwakarta. Kami sampai di Kantor Desa Linggamukti sekitar pukul 8 malam, dari
sana Kami menunggu guide yang tak lain adalah saudaranya Kadat Angga aka Kadat
Sule yang bertugas memandu perjalan trekking menuju patenggeng. Perjalanan pun
dilanjutkan menuju ujung jalan aspal karena menuju patenggeng tidak bisa dilalui
kendaraan roda 4. Ditengah jalan kami menyempatkan membeli ayam hidup, untuk
dijadikan ayam bakar. Kami membeli ayam sebanyak 3 ekor dengan harga 45 ribu
rupiah, sangat murah..mungkin karena kami beli di pabriknya langsung, atau
mungkin harga teman??..ah duka teuing..perjalanan pun dilanjutkan lagi dan
tidak lama kami sudah sampai di ujung jalan aspal. Perjalanan dilanjutkan
dengan berjalan kaki sekitar 30 – 45 menit menyusuri pesawahan dan kebun
penduduk, perjalanan dirasa lama karena mungkin kondisi yang gelap jadi tidak
bisa melihat pemandangan sekitar. Kami pun sampai disaung tempat kami akan
mendirikan tenda, disana kami disambut keluarga kadat angga yang juga merayakan
tahun baru disini. Kami disambut disuguhi bubur kacang, sangat nikmat karena
terasa dingin saat itu. Kemudian kami berbagi tugas ada yang membangun tenda,
mempersiapkan memasak dll.
Kabut tipis menghiasi malam akhir tahun saat itu, pemandangan luas
di arah utara dengan gemerlap cahaya lampu kota menambah keindahan suasana.
Lampu-lampu itu adalah pertanda kehidupan masyarakat Kota Purwakarta yang
terlihat dari ketinggian. Saat itu kami sedang berada di dekat Gunung Patenggeng, lokasinya tepat
dipinggir tol Cipularang di KM 97 dekat rest area, Jika kita melakukan
perjalanan dari Bandung ke Jakarta, Gunung ini bisa terlihat jelas di sebelah
kanan jalan.
Suara ledakan kembang api terdengar di mana mana, pancaran cahaya
warna-warni menghiasi pemandangan di bawah Kami, Kota Purwakarta sedang sibuk
merayakan pergantian tahun dari 2014 ke tahun 2015 yang diperingati satu tahun
sekali. Kami pun sama, sedang memperingati pergantian tahun namun tanpa kembang
api , kami hanya berkumpul dan bercengkrama ditemani hidangan ayam bakar yang
baru saja disembelih beberapa saat lalu. Ada yang lucu saat proses pembakaran ayam karena
dagingnya tidak mau matang, dan akhirnya kami menggoreng ayam karena gagal
dibakar.
1 jam sudah berlalu dari pukul 00.00, tapi kembang api masih saja
terlihat dari arah Kota Purwakarta. Kami pun mulai lelah dan kami pun beristirahat
di tenda yang sudah didirikan tepat di atas sawah yang baru saja dipanen. Pagi
pun tiba kami pun langsung bergegas untuk beres beres dan langsung menuju
gunung patenggeng untuk melakukan pemanjatan ( rock climbing ). Berjalan
sekitar 15 menit dari tenda kami pun sampai di dinding patenggeng sebelah
selatan. Alat –alat pun dipasang. Salah satu dari kami mulai melakukan
pemanjatan sebut saja ferry. Ketika sedang melakukan pemanjatan teman kami pun
terjatuh, bukan disebabkan oleh kurangnya keahlian dalam memanjat, tapi karena tambatan atau hanger yang lepas,
setelah dilihat – lihat dan diselidiki ternyata batuan beku yang ada di
patenggeng ini sangat rapuh. Hal ini bisa dimaklumi mengingat umur geologis
sumbat lava ini sudah mencapai 2 juta tahun, sinar matahari yang mengeluarkan
energy panas membuat batuan permukaan di patenggeng menjadi rapuh, dibuktikan
oleh banyaknya guratan dan celah di batuan dan jika dipegang dengan kuat batuan
tersebut akan terkelupas berupa serpihan.
Kami pun menghentikan kegiatan pemanjatan, karena terlalu beresiko.
Namun kegiatan kami belum berhenti sampai disini, kami belum sampai di tujuan
kami sebenarnya yaitu puncak patenggeng.
Kami pun melakukan Scrambling ke Puncak Patenggeng dengan jalur medan
yang berbatu. Untuk meminimalisir resiko jatuh kami menggunakan metode webbing
together ( berjalan dengan memakai pengaman webbing yang ditambatkan ke tali
melalui carabiner). Kami menuju puncak patenggeng melalui jalur yang ada di
sebelah timur karena memang lerengnya yang paling landau dari sisi yang
lainnya. Satu per satu dari kami pun sampai di puncak patenggeng, sungguh luar
biasa indah pemandangan dari atas puncak sumbat lava ini, dari sini tampak
pesawahan hijau yang berjejer rapi mengikuti kemiringan lereng. Selain itu dari
sini kita bisa melihat kota purwakarta di sebelah utara, Gunung Gede dan
Pangrango di sebelah barat, punggungan gunung Burangrang di sebelah barat dan
Rest area tol Cipularang km 97 di sebelah selatan. Kami pun tak lupa
mengabadikan momen ini dengan berfoto dengan latar pemandangan sawah hijau dari
ketinggian.
Setelah puas menikmati pemandangan diatas puncak, kami pun turun ke
bawah, dan berjalan menuju tempat camp, kemudian kami membereskan tenda dan
bersiap untuk pulang. Kami pun berjalan pulang. Ditengah perjalanan kami pun
beristirahat sejenak di jalan dekat pelataran rumah penduduk. Salah satu
penduduk menawarkan kepada kami untuk sekedar minum dan mampir di rumahnya
dengan logat sunda yang khas dan wajah yang ramah, tapi kami menolak dengan
halus karena kami harus cepat pulang ke rumah Bibinya kadat Angga lalu
meneruskan pulang ke Bandung.
Sesampainya di rumah bibinya kadat angga yang mirip villa di sisi sawah, kami
pun membersihkan diri, supaya badan tetap segar. Setelah mandi kami pun
disuguhi makan malam yaitu mie instan dan telor rebus yang terasa sangat nikmat
dinikmati saat itu. Ajaibnya telor ayam disini memiliki 2 kuning telur tidak
seperti telur biasa yang hanya punya 1 kuning telur, dan telurnya berukuran
lebih besar. Kami pun heran, apakah telurnya yang dimodifikasi atau ayamnya
kelainan gen??, itulah yang menjadi pertanyaan sampai sekarang haha..setelah
makan kami pun pulang ke bandung menggunakan mobil carteran yang masih
bersaudara dengan Amang ( Pamannya kadat Angga). Tahun baru saat itu adalah tahun baru yang
paling berkesan.
Komentar
Posting Komentar